Hendri Arnis Walikota Padang Panjang |
Berbicara tentang Padang Panjang. “Ini adalah kota yang berbahagia, “demikian tulis AA Navis, pengarang Robohnya Surau Kami yang fenomenal itu. Navis melanjutkan, “Di sana ada batu kapur yang memberi hidup, ada sawah, ada sungai yang memberi hidup, ada rel kereta yang memberi hidup...”
Ketika orang menyebut Sumatra Barat, tanpa sengaja melintas dipikirannya alam nan indah dan masyarakat yang ramah baik hati. Ini terbersit manakala melihat tingkah laku anak Minang di perantauan, penuh sopan santun. Di kota mana pun dan ke daerah mana pun mereka mengadu nasip, tetap saja mendapat tempat di hati masyarakat setempat.
Ketika para para Wisatawan berada di Sumbar beberapa waktu lalu, mereka hanya akan dominan membicarakan Sumatra Barat dengan menyebut dua kota saja, yaitu; Padang dan Bukittinggi. Tetapi kini pesona Sumbar sudah beralih ke kota kecil nan indah dan cantik elok rupa, bernama Padang Panjang.
Kini, kota yang tanggal 1 Desember 2015 akan berulang tahun untuk ke 225 itu, telah muncul sebagai magnit pengundang Wisatawan ke Sumbar. Baik dari dalam maupun luar negeri. Akhyari Hananto seorang penikmat Wisata di Negara ini, menuliskan ketakjubannya terhadap Padang Panjang yang kini dipimpin Walikota termuda, Hendri Arnis.
Seperti dituliskannya di media sosial internet Beta GoodNews From Indonesia, Dia memulai dengan sebuah pertanyaan. Tempat apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar nama Sumatra Barat atau Ranah Minang? “Sebagian besar mungkin akan menjawab Padang atau Bukittinggi sebagai dua nama yang selalu terngiang pertama kali, “tulisnya.
Kemudian Hananto melanjutkan tulisannya. “Belum lama lalu, saya pun merasakan hal serupa. Namun kini, saya punya nama baru yang sangat membekas di benak saya. Namanya adalah Padang Panjang, “ujarnya.
Pengakuan Hananto itu kata Walikota Hendri Arnis melalui Kabag Humas Setdako Padang Panjang; Ampera Salim tepat sekali dan tidaklah berlebihan adanya. Menurutnya, beberapa waktu lampau, orang di luar Sumbar mungkin tak sering mendengar Padang Panjang. Tapi kini kota berjuluk Serambi Mekkah itu, sudah lekat diingatan setiap orang pernah atau akan berwisata ke Sumbar.
Disebutkan, kota ini dikelilingi pegunungan dengan pohon-pohon menjulang dari hutan primer yang hijau. Kota dengan wilayah terkecil di Sumatra Barat ini berada di daerah ketinggian dan terletak antara 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut.
Berada pada kawasan pegunungan berhawa sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C dan minimum 21.8 °C, dengan curah hujan cukup tinggi, rata-rata 3.295 mm/tahun. “Inilah salah satu kota yang alamnya bernuansa pedesaan. Udaranya bersih. Masyarakatnya ramah. Setiap pejabat daerah lain yang melakukan kunjungan kerja ke Padang Panjang, pasti memuji keindahan alam dan keramahan warga kota ini, “kata Ampera.
Sementara, Akhyari Hananto menyebutkan, “Jika di Jawa kita punya Bogor yang berjuluk Kota Hujan, maka Padang Panjang adalah Kota Hujan di Sumatera. Saya mengunjungi kota ini di hari-hari awal musim hujan dan benar saja hujan di sini benar-benar deras, “ungkap Hananto.
Di bagian utara dan agak ke barat Padang Panjang berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat yang menjulang. Kota ini punya banyak julukan lain selain kota hujan. Masyarakat Padang Panjang sangat bahagia dengan sebutan Kota Serambi Mekkah.
Pada masa lalu, Belanda menyebut Padang Panjang dengan Egypte van Andalas (Mesir di Tanah Sumatera), Kota Pendidikan karena banyaknya institusi pendidikan dan sejarah panjang bagaimana kota ini memerankan peran pendidikan sejak masa lalu.
Dimasa lalu itu, Padang Panjang merupakan bagian dari wilayah Tuan Gadang di Batipuh, pada masa Perang Padri kawasan ini diminta Belanda sebagai salah satu pos pertahanan dan sekaligus batu loncatan untuk menundukan kaum Padri yang masih menguasai kawasan Luhak Agam.
Selanjutnya Belanda membuka jalur jalan baru dari kota ini menuju Kota Padang karena lebih mudah dibandingkan melalui kawasan Kubung XIII di kabupaten Solok sekarang.
Wisata Pemandian Lubuk Mata Kucing |
Sejak zaman kolonilal, Padang Panjang memainkan peran penting sebagai tempat persinggahan dan menjadi simpul 3 kota utama di pulau emas tersebut, yakni; Medan, Padang, dan Pekanbaru. Tak heran, banyak tokoh-tokoh Sumatra Barat masa itu mempunyai irisan penting dengan Padang Panjang yang juga menjadi tujuan pendidikan dimasa lalu. Mulai dari Sutan Sjahrir, Hamka, AA Navis dan masih banyak lagi.
“Saya tak ingat satu persatu. Disinilah berdiri sekolah agama modern pertama di Indonesia, yakni; Diniyah School dan Diniyah Putri, juga yayasan pendidikan Thawalib tempat Hamka pernah menuntut ilmu, “kata Hananto menulis.
Melukiskan rasa kagum kepada Padang Panjang Akhyari Hananto menyebut, “Di Padang Panjang lah (terutama di Negeri Batipuh Sapuluh Koto), setting cerita fenomenal Tenggelamnya Kapal van Der Wick, salah satu cerita yang sangat saya sukai. Robohnya Surau Kami.”
Dia juga mengatakan dengan jujur, di Padang Panjang saya diterima sebagai keluarga dan saya begitu merasa terhormat bisa bertemu dengan orang-orang hebat yang begitu mencintai kotanya. “Mereka mencurahkan waktu tenaga dan pikirannya untuk kemajuan kota kecil yang indah ini, “tulisnya. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar