PARIAMAN, Investigasi News—Jika mengintip napak tilas dari reputasi sebagai ‘Anak Ayah’ yang sudah melekat pada pribadi Nopriadi Sukri sejauh ini dimafhumi memang telah melalang-melintang dengan peran yang dimilikinya membidangi pembangunan Kota Pariaman, tak heran bila menatap geliat ‘Anak Ayah’ ini tumbuh subur dengan jabatannya yang rendah.
Konon kabarnya, Nopriadi Sukri yang santer dituding sebagai ‘tengkulak proyek’ karena tabiatnya yang diduga kerap mengkontaminasi ULP Kota Pariaman dan keterlibatan mengatur permainan pemenang tender sejauh ini mulai bergeming menunjukkan belangnya. Dalam kapasitas yang tak lagi menjadi rahasia umum selaku ‘Anak Ayah’, saat ini diketahui seiring dengan maraknya pemberitaan di media mainstream membeberkan indikator borok oknum ini menenggarai langgam mafia proyek satu persatu dengan perlahan digerek oleh institusi penegak hukum, baik kejaksaan maupun tipikor yang berteritorial hukum di Kota Pariaman.
Realitas diatas cukup mengamini bisikan-bisikan sejumlah elemen masyarakat yang terus mengalir diruang publik. Namun naïf, kekhawatiran itu semakin menjadi-jadi mengingat jabatan salah satu Kasi Bidang yang diduduki oleh ‘Anak Ayah’ sekarang mengisi meja SKPD Dinas Pariwisata. Apa pasal? Sehubung komitmen Pemerintah Kota Pariaman saat ini tengah gencar membenahi bibit-bibit potensi wisata baharinya bertemakan religi dengan berbagai progress diupayakan guna mensukseskan cita-cita Pemko Pariaman dikhawatirkan lebih jauh bakal direcoki lantaran akan keberadaan Nopriadi Sukri.
Peran ‘Anak Ayah’ tidak bisa lepas dipercayakan menjadi ujung tombak menjalankan perencanaan pembangunan infrastruktur dibidang pariwisata mengiringi berjibun kegiatan pembangunan yang nantinya menyibukan SKPD ini. Keadaan inilah yang membuat pembangunan objek wisata menjadi seperti ‘diujung tanduk’.
Ihwal tersebut sangat lekat dirasakan sejumlah elemen tanpa terkecuali para putra daerah dengan gamblangnya menggambarkan keprihatinan mereka. Salah satunya Ridwan Febrio, sebagai putra daerah sekaligus pemerhati pembangunan yang bergerak dalam lingkup aktivis pegiat antikorupsi. Dirinya mengaku prihatin terhadap perkembangan potensi wisata yang akan menjadi marwah Kota Pariaman.
“Pemko Pariaman semakin dekat dengan kegagalan dalam mencari jatidirinya mengembangkan potensi wisata yang dimiliki. Memindahkan Nopriadi Sukri kewilayah yang saat ini menjadi vital bagi daerah ini, itu merupakan sebuah tindakan ceroboh pimpinan yang meletakkan Nopriadi Sukri di SKPD Dinas Pariwisata, harusnya pemimpin Kota Pariaman berkaca dengan keadaan yang telah berlalu sebelum-sebelum ini. Kita tau sepak terjang ‘Anak Ayah’ itu banyak diantara kegiatan pembangunan yang dilakoninya berakhir bengkalai. Kita contoh yang baru-baru ini 2014 ada pembangunan gedung DPPKA, pembangunan gedung BPBD, pembangunan rumah dinas walikota, yang mana sekarang semua itu menjadi ‘rumah hantu’. Semua kegiatan itu tidak lepas dari ulah mafia proyek menggerogoti dan tak hayal bentuk dari awal kehancurkan kota ini,” sebut Ridwan.
Tabiat Nopriadi Sukri yang didengungkan sebagai dalang dibalik proses tender atas lakon ‘Anak Ayah’, meski dia membantah tidak pernah memanggil ayah kepada Mukhlis Rahman (Walikota Pariaman), akan tetapi tetap saja orang yang berada disekelilingnya yang mana mengenal dengan baik keganasan Nopriadi Sukri (Nono) berwatakan trik yang mengimbangi teknik mafia proyek, terutama dikalangan kontraktor.
Langgam Nono ketika menjabat Ketua Pokja ULP Kota Pariaman, dan kurenah ‘Anak Ayah’ disaat menjabat Kasi Bidang Cipta Karya Dinas PU Kota Pariaman tentu saja sontak jadi perhatian banyak pihak, selain kecerdasannya yang dinilai lihai mengatur dan mengkondisikan permainan pemenang tender melalui ULP dengan nilai-nilai proyek miliaran rupiah, dia juga lincah membuat perencanaan kegiatan untuk proyek PL lalu juga memainkannya.
Menyimak dari seluruh permasalahan yang ditimbulkan akibat oknum mafia proyek yang memantapkan predikatnya sebagai ‘tengkulak proyek’ disambut sinis oleh praktisi hukum didaerah bersangkutan. Aslim Umar, SH berkomentar, semua tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kota. “Jika memang permasalahan itu seperti yang disoalkan tengah terjadi, penegak hukum harus lebih pro-aktif lagi menanggapi dengan menindaklanjuti kemelut yang terjadi dengan memproses secara hukum. Kesalahan dari pemerintah ataupun rekanan yang telah mengakibatkan bengkalai pembangunan juga harus berani bertanggungjawab terhadap pekerjaan kegiatan.yang ada,” ucapnya kala itu dihubungi melalui nomor selulernya.
Sedikit diketahui, pembangunan gedung kantor BPBD yang dimenangkan oleh perusahaan asal Jakarta (PT. Indah Utama Jaya) yang diduga sarat permainan dari lakon ‘Anak Ayah’ bernilai Rp, 4.775.000.000 tidak sepenuhnya selesai, bobot pembangunan gedung ini baru terhitung 95,4%. Sedanglkan pembangunan kantor DPPKA yang berlokasi disamping Balaikota ini pun juga terbengkalai, pekerjaan yang dikerjakan PT. Lampan Maju yang dikarungi berasal dari luar daerah ini pun baru terhitung 61,94% dari nilai Rp, 5.383.000.000. Lantas bagaimanakah nasib pariwisata Kota Pariaman nantinya atas kehadiran sang ‘Anak Ayah’? (IDM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar