PARIAMAN, Investigasi News—Aroma tak sedap menyeruak pada
pekerjaan pembangunan Pasar Kuraitaji Kota Pariaman yang dibiayai dana APBD
Kota Pariaman tahun 2015 itu. Selain sejumlah pekerjaan mengalami deviasi pelaksanaan di lapangan
ditenggarai asal jadi. Sementara pihak Konsultan Pengawas dari CV. Multi Mitra
Serasi yang dipercaya DPU Kota Pariaman mengawasi pekerjaan terkesan lalai
menjalankan kewajibannya sesuai kontrak.
Buktinya,
pada penggunaan material oelh rekanan terindikasi tidak sesuai spesifikasi
teknis dan gambar kerja namun tetap direstui oleh Konsultan Pengawas. Begitu
juga dengan penyambungan pembesian tiang pancang jenis Borpile pada bagian atas
ke tapak (pur) tiang yang panjangnya bervariasi. Disini terlihat sekali
lemahnya Pengawasan oleh Konsultan Pengawas CV. Multi Mitra Serasi terhadap
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT. Deky Cipta Perkasa (PT. DCP) senilai Rp.
5.455.232.000,-
Seyogyanya,
Konsultan Pengawas harus mengawasi dan mencek material proyek yang bernomor kontrak
027/Spp/dpu.Prm-2015 itu dan apabila material yang didatangkan oleh rekanan
tidak sesuai spesifikasi teknis, maka Konsultan Pengawas berkewajiban
memerintahkan Kontraktor Pelaksana untuk mengeluarkan material dari lokasi
proyek dan diganti dengan yang baru sesuai spesifikasi teknis dan gambar kerja.
Namun hal
itu, terindikasi tidak dilakukan oleh Konsultan Pengawas CV. Multi Mitra
Serasi. sehingga, terdapat beberapa begol yang terpasang menggunakan besi banci
(diameter besi tidak sesuai gambar kerja). Menurut gambar kerja, pembesian
untuk begol (sengkang) seharusnya menggunakan besi berdimeter 10 milimeter,
Fakta yang
terlihat di lapangan pembesian untuk begol terkesan bercampur, ada ukuran
diameter yang pas dan ada juga diameter pembesiannya yang kurang. Bahkan,
ketika TIM INVESTIGASI (Investigasi News, Investigasi dan Bakinews) melakukan
pengukuran pembesian begol yang digunakan oleh PT. Deky Cipta Perkasa
terindikasi dominan menggunakan besi banci yang ukuran 8,6 milimeter (merek
Diameter 10) dan tentunya perbedaan harga juga ada disetiap
batang/kg-nya.
Lantas,
apakah hal tersebut bisa diterima nantinya oleh pemilik proyek? Ataukah ada
alasan Change Contrac Order (CCO) dalam kegiatan tersebut? Proyek yang
direncanakan oleh PT. Sintac Pratama ini dari awal terindikasi tanpa dilakukan
penyondiran terhadap struktur tanah, sehingga diduga telah ada perubahan design
dalam perencanaannya.
Hal
tersebut dibenarkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran, Ferry Andri yang juga
menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Kota Pariaman yang ditemui BAKINews
beberapa waktu lalu. “Sebenarnya ini perencanaan lama, dan nama saya tidak ada
dalam gambar kerja, namun pada setelah dilakukan pengecekan ternyata ada dugaan
perencana tidak melakukan sondir, sehingga design dilakukan perubahan, ”ujarnya.
Ferry Andri
juga mengakui adanya deviasi dalam pekerjaan ini, namun pekerjaan tetap
berlangsung dan diawasi oleh konsultan pengawas. Namun ketika dipertanyakan
tentang penyambungan pembesian dari borpile ke tapak tiang/balok, Ferry Andri
menjawab dengan santai 40 x Diameter besi. Namun apa yang dikatakan oleh KPA
tersebut ternyata sangat bertolak belakang dengan fakta lapangan, bahkan pada
sambungan pembesian juga tidak dibengkokan layaknya standar penyambungan
pembesian.
Namun,
Ferry Andri terkesan membatah hal tersebut, “Tidak mungkin rekanan berbuat
seperti itu, nanti saya akan cek kelapangan. Mengenai diameter besi yang
menurut BAKINews menggunakan besi banci tersebut nanti kita hitung kembali,
untuk mengantisipasinya kan bisa jarak begol dirapatkan, ”tuturnya.
Disinggung
terkait tenaga ahli yang dimiliki oleh PT. Deky Cipta Perkasa yang terindikasi
tidak berada dilapangan, sementara pekerjaan yang dilaksanakan adalah pekerjaan
struktur? Dijawab Fery, terkait masalah itu kita serba susah. Karena, kalau
semua pekerjaan kita berlakukan seperti itu, nanti banyak yang marah,
kita sama-sama taulah yang namanya rekanan, urainya.
Fery Andri
juga berpendapat, salah satu faktor yang paling mempengaruhi teknis kegiatan
diproyek akibat tidak bersinerginya Unit Layanan Pengadan (ULP) pada
Sekretariat Bagian Ekbang dengan pihak pemilik proyek (DPU). Sehingga, waktu
pelaksanaan pekerjaan, banyak ditemukan indikasi kecurangan yang terjadi.
Seperti konsultan pengawas tidak bekerja sesuai kontrak, dan sewaktu proses
tender yang jarang melibatkan unsur teknis dari DPU hingga mengakibatkan
kekacauan bahkan ekstrimnya terjadi kegagalan bangunan. (TIM ARS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar