PROYEK DI PSDA
SUMBAR KEMBALI DISOROT
BAYANG, Investigasi News—Siapa gerangan dibelakang
Ali Musri? Sosok Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sumbar ini
meski SKPD pimpinannya selalu bermasalah tiap tahun dalam pekerjaan proyek, Ali
Musri tetap bertahan sebagai orang nomor satu di PSDA Sumbar. Meski dia sejak
menancapkan kuku diduga bermain KKN, tetap tak ada teguran dari atasan membuat
sosok ini semakin nekat. Isu berkembang di PSDA Sumbar, amannya Ali Musri
karena besarnya setoran? Kepada siapa?
Dari data yang dirilis
melalui Kontributor Investigasi News (ARS) sebelumnya, Ali Musri bermain pada
pekerjaan proyek Pantai Sasak yang disebut sebut melibatkan anaknya. Dan permainan
berlanjut pada Pekerjaan Normalisasi dan Perkuatan Tebing Batang Bayang, Kab.
Pesisir Selatan dengan PPK, Syarbaini yang akrab dipanggil Ujang.
Faktanya, proyek bernomor
Kontrak : 19.01/PL-APBD.PSDA-IV/2015, tanggal kontrak 17 April 2015, nilai kontrak
Rp 4.782.399.000, waktu pelaksanaannya 240 hari kalender, mulai tanggal 24 April
dan selesai 20 Desember 2015 dengan Kontraktor Pelaksana PT. Surya Pratama
Natural, sarat penyimpangan dan mark up volume pekerjaan.
Telusuran Kontributor
Investigasi News (ARS) dan TIM, pada Selasa (01/9) ke lokasi pekerjaan proyek
itu, penyimpangan yang terjadi sangat kentara sekali, bahkan dibilang terlalu
nekat. Ini disebabkan hampir dua jam koran ini berada di lokasi pekerjaan tak
satupun Pengawas terlihat. Alhasil, pekerjaan pun bersitingkin mengurangi
volume, sehingga mutu dan kualitas proyek itupun diragukan.
Dari beberapa dugaan
penyimpangan yang dilakukan pasangan batu untuk jalan tebing jalan sangat
kentara sekali pengurangan volumenya. Terbukti, pasangan untuk jalan tersebut,
pekerja terkesan terburu buru. Disebabkan permainan adukan semen dan pasir
untuk pasangan itu, takut ketahuan, baik oleh Pengawas maupun masyarakat yang
lewat ke lokasi proyek tersebut.
Faktanya, pada pasangan
batu, pekerja hanya terkesan menyusun batu tanpa adanya adukan semen. Kalaupun
itu, hanya dipasang tipis dan di atas disusun batu. Guna menutupi permainan
pengurangan adukan semen tersebut, pekerja menutupi bagian samping kiri dan
kanan dengan semen.
Selanjutnya untuk puncak
juga ditutupi dengan semen. Terkesan pekerjaan tersebut sangat rapi, namun di dalam
hanya disusun batu dan dinding dilakukan plasteran. Untuk pasangan batu bagian
jalan, agar permainan tak terkuak, pekerja langsung menimbun untuk
jalan menggunakan galian yang diambil dari lokasi pekerjaan.
Menariknya, pekerja dengan
jujur mengatakan, pasangan batu ini, tak perlu banyak menggunakan semen, cukup
ditutupi saja bagian kanan dan kiri, sehingga terlihat batu yang disusun
tersebut menggunakan semen. Sementara, bagian tengah, cukup dipakai tipis dan
batu disusun saja, sehingga terlihat rapi. “Ya, namanya juga pekerjaan pasangan
batu, untuk apa menggunakan adukan semen bagian tengah, sebab akan mubazir.
Lagipula kekurangan bagian tengah tersebut, akan tertutup oleh plasteran, ”kata
salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya.
Tak bisa dipungkiri, untuk
pasangan batu ini penyimpangan pemakaian semen sangat kentara sekali dan bisa
mendatangkan keuntungan besar bagi kontraktor.” Ya, ini salah satu cara untuk
melakukan pekerjaan pasangan batu ini agar tak menggunakan semen yang banyak, ”kata pekerja
tersebut dengan arogan tanpa mempedulikan Kontributor Investigasi News dan TIM
yang menyaksikan kecurangan itu berlangsung.
Tanpa
Kotak Takaran dan
Pasir
Bercapur Tanah
Permainan curang lain yang
dilakukan proyek tanpa pengawasan ini. Untuk adukan semen tanpa takaran yang
jelas dan terkesan berdasarkan kemauan pekerja saja. Terbukti, tak ada kotak
takaran untuk adukan semen itu. Pekerja di lokasi proyek itu hanya terlihat
menumpukkan pasir dan mengaduk dengan semen yang berada di atas tumpukan
(onggokan) pasir tersebut.
Ketika ditanya, berapa
pasir yang digunakan untuk adukan semen? Pekerja itu terlihat bingung. Tanpa
beban mereka mengakui, ini berdasarkan keinginan pekerja saja, jika merasa
sudah cukup langsung diaduk. ”Berapa takaran semen dan pasir tak ada informasi
dari tukang, sehingga kami mengaduk berdasarkan kemauan saja, ”aku pekerja,
seraya mengakui, dia tak mengetahui kalau ada ukuran untuk adukan semen ini.
Lagipula, katanya, jika
memang ada Kotak Takaran, tentu akan digunakan untuk adukan semen itu. “Lagipula,
kami mengaduk di lokasi pasangan batu yang dikerjakan. Intinya, dimana pasangan
batu disitu diaduk semen dan pasir. Ini sudah dilakukan dari semenjak awal pekerjaan
dan tidak ada teguran dari Pelaksana atau Pengawas koq, ”ujar pekerja tersebut
tanpa beban.
Hebatnya lagi, permainan curang
yang dilakukan pada pekerjaan Normalisasi dan Perkuatan Tebing Batang Bayang
ini, pasir yang digunakanpun bercampur tanah. Ini disebabkan tanah timbunan yang
digunakan untuk jalan itu diambil di lokasi pekerjaan dan bertumpuk di sekitar
pekerjaan pasangan batu.
Akibatnya, pekerja yang
mengaduk semen dan pasir, kerap mencampuri dengan tanah tersebut. Alhasil,
terlihat adukan semen mengguning, disebabkan campuran tanah itu. Sadisnya, pekerja
tanpa perasaan bersalah juga mengatakan, tanah yang bercampur dengan pasir
tersebut, tanah halus dan bisa dimanfaatkan sebagaimana layaknya pasir.
Gunakan
Material Setempat
Tak bisa dipungkiri,
keuntungan besar diraup, Kontraktor Pelaksana, Pengawas dan PPK pada pekerjaan
proyek Perkuatan Tebing Batang Bayang di Kab. Pesisir Selatan ini. Soalnya,
material batu, tanah timbunan dan pasir yang tertera dalam Rencana Anggaran
Biaya (RAB) bisa dimainkan. Soalnya, hampir seluruh material yang digunakan
dimanfaatkan dari lokasi pekerjaan proyek itu sendiri.
Baik batu yang digunakan
diambil dari hasil galian dan sekitar sungai tersebut. Begitu juga biaya
transportasi untuk pengangkutan pasir, tanah timbunan dan batu juga diembat. Sebab,
pekerja hanya memindahkan saja ke lokasi proyek yang akan dikerjakan. ”Tak ada
upah pengangkatan batu dan tanah timbunan, sebab bisa diambil langsung dari
hasil galian dan sungai di lokasi pekerjaan ini, ”ulas pekerja lagi.
Kalaupun ada dalam RAB, dia
mengaku tak tahu, sebab pengangkatan batu, tanah timbunan, pasir juga bagian
dari tuganya untuk mengaduk semen dan pasir. ”Namanya, juga kami pekerja tentu
tak mengerti aturan pekerjaan proyek ini, apalagi RAB. Lagipula, dalam mengerjakan
proyek ini, materialnya sudah lengkap, hanya membeli pasir halus dan semen,
sementara tanah di sini juga halus bisa digunakan untuk pasir, ”ungkapnya.
Syarbaini
Harus Bertanggungjawab
Penyimpangan pekerjaan
yang dilakukan pada proyek Normalisasi dan Perkuatan Tebing Batang Bayang
itu, juga menuai tanggapan Hidayat, SS, Anggota Komisi IV DPRD
Sumbar. Katanya, jika memang terjadi pengurangan volume pada pekerjaan proyek
ini yang berpengaruh pada mutu dan kualitas pekerjaan dan umur proyek ini, Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Syarbaini harus bertanggungjawab.
“Saya harapkan, Syarbaini
harus memprogres pekerjaan proyek itu, sebelum dilanjutkan. Begitu juga,
sebelum dilakukan PHO, pekerjaan ini harus diaudit terlebih dahulu,
”kata Hidayat seraya mengatakan, selama ini pekerjaan proyek di dinas ini
sering menjadi sorotan.
Hidayat juga meminta,
sebaiknya pengawasan pekerjaan proyek ini perlu diperketat, sebab tanpa adanya
pengawasan, tentu rekanan bisa berbuat sesuka hati, terutama dalam pengurangan
volume pekerjaan. ”Jangan asal percaya kepada rekanan saja, Dinas PSDA Sumbar,
harus mengawasi pekerjaan proyek itu, ”sebutnya.
Hidayat juga mengatakan,
kadangkala Pengawas mengaku ke lapangan, tapi saat dijumpai di lapangan, tak
pernah datang. Dan, inilah salah satu penyebab rusaknya pekerjaan proyek di
Dinas PSDA Sumbar. Termasuk juga, PPK Syarbaini yang sibuk ke lapangan, tapi
tak pernah dijumpai dilapangan.
Buktinya, ketika
Kontributor Koran ini, melakukan Investigasi ke lapangan, pekerja mengaku Syarbaini
jarang ke lapangan. Begitu juga saat dikonfirmasikan pekerjaan proyek yang
bermasalah ini, kata stafnya di Dinas PSDA Sumbar, Syarbaini sedang ke lapangan.
Malah, saat dikonfirmasikan via Hpnya 08126618XXX tak aktif sama sekali.
Padahal, kata pekerja di sana,
saat melakukan survei ke lapangan pada pekerjaan Proyek Batang Painan yang
hancur dihantam air, Syarbaini sampai basitegang dengan wali nagari dihadapan
anggota dewan setempat. Itu disebabkan Syarbaini jarang ke lapangan dan saat
bencana, barulah dia Syarbaini datang ke lapangan. Ada apa?
Berbau Korupsi
Mark up dan pengurangan
volume pada pekerjaan Normalisasi dan Perkuatan Tebing Batang Bayang, Kab.
Pesisir Selatan, kuat dugaan Korupsinya. Soalnya, kata Boy Roy Indra, SH,
Praktisi Hukum juga Pengamat Jasa Konstruksi, pengurangan volume tersebut jelas
merugikan Negara. Lagi pula, pengurangan volume itu, akan berpengaruh pada mutu
dan kualitas pekerjaan dan umur proyek terkait.
Selain itu, jelasnya, hal
itu diduga telah memenuhi unsur pelanggaran UU Jasa Konstruksi No 18/1999 dituliskan
pada Bab VI berbunyi; sebagai pengguna jasa dan penyedia jasa wajib
bertanggungjawab atas kegagalan bangunan yang ditentukan terhitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun.
c; (1) barang
siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan ketekhnikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara, dikenakan
denda paling banyak 10% dari nilai kontrak.
(2) Barang
siapa yang melakukan pelaksaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan
atau tidak sesuai dengan ketentuan ketekhnikan yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau bangunan dikenakan sangsi pidana
paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paliing banyak 5% dari
nilai kontrak.
(3) Barang
siapa yang melakukan pengawasan pelaksaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja
memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya
kegagalan pekerjaan konstruksi atau bangunan dikenai pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda 10% dari nilai kontrak. ”Melihat
kondisi pekerjaan sekarang ini, saya yakin proyek akan hancur atau gagal
konstruksi. Kita buktikan saja,” katanya. (ARS/IDM)