Rabu, 09 Maret 2016

BOMM & Perwako Solok

OLEH: ZULFIKAR
PADA Peraturan Walikota (Perwako) Solok tahun 2015 tentang Petunjuk Tekhnis Penggunaaan dan Pertanggungjawaban Bantuan Operasional Pendidikan (BOP)/ Biaya Operasional Manajemen Mutu (BOMM) Bab I Pasal 1 Poin (7) disebutkan; “Bantuan Operasional Manajemen Mutu selanjutnya disebut BOMM adalah Bantuan Operasional Manajemen Mutu untuk jenjang SMA dan SMK dari Pemko Solok, kecuali Siswa dari luar Kota Solok”.

Sementara UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS mengamanatkan, bahwa setiap warga negara yang berusia 7 - 15 tahun wajib mengikuti Pendidikan Dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan, bahwa pemerintah dan pemda menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Sedangkan pada ayat 3 menyebutkan, bahwa wajib belajar merupakan tanggungjawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Pada dasarnya setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan sama disemua tingkatan maupun jenjang pendidikan, baik yang dikelola Negara maupun pemda kab/ kota di Indonesia, atau dalam kata lain rakyat bangsa ini tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan kota/ kabupaten.

Intinya, selagi masih berada dalam wadah NKRI, anak bangsa ini berhak menikmati pendidikan yang sama dan layak serta berkualitas, dimanapun di Indonesia tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun. Baik itu berupa kebijakan sekolah, komite, maupun dalam bentuk Perwako, walaupun pemda tersebut sedang menjalankan program wajib belajar 9 tahun, apapun alasannya.

Biasanya, dalam pembuatan Produk Hukum, mengacu/ berpijak pada UU atau Peraturan Hukum yang lebih tinggi, PP dan Peraturan/ Keputusan Menteri dan turunannya, tidak boleh saling bertentangan dan mengandung unsur diskriminasi.

Didalam UUD dan UU Sisdiknas, sangat jelas diatur hak-hak warga negara dalam memperoleh pendidikan yang layak dan sama pada semua tingkatan pendidikan, dimanapun di Indonesia. Dan sangat tidak wajar jika sebuah daerah kemudian menciptakan Perda atau Perwako yang bertolakbelakang dengan UUD 1945 maupun UU Sisdiknas tersebut.

Karena dalam UU Sisdiknas sendiri tidak disebutkan sebuah daerah boleh melakukan pungutan terhadap siswa diluar daerah setempat dengan kewajiban membayar BOP/ BOMM dengan dalih meringankan BOP/ BOMM sekolah tempat siswa bersangkutanbersekolah.

Seperti, terlampiran dalam Perwako BOP/ BOMM tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Biaya Operasional Pendidikan (BOP)/ Biaya Operasional Manajemen Mutu (BOMM) Bab I Huruf C Poin (4) “Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi Siswa di luar Kota Solok”.
Dalam UU maupun Perda yang dijadikan rujukan dalam menyusun Perwako Nomor tahun 2015 tentang Penggunaaan dan Pertanggungjawaban BOP/BOMM tidak ditemukan pasal, ayat, ataupun point yang menegaskan/ mengatur/ membedakan Siswa antara kota dan kabupaten atau sebaliknya.

Terutama terkait BOP/ BMM pada proses pendidikan di setiap sekolah di Kota Solok. Tidak ada prakata ataupun pasal dan ayat yang mengatakan, bahwa anak yang bukan berasal dari wilayah Kota Solok, yang bersekolah di Kota Solok, diwajibkan membayar biaya operasional pendidikan (BOP/BOMM), sementara siswa Kota Solok gartis, terkait kebijakan Wajib Belajar (wajar) 12 tahun.

Lantas, kenapa Pemko Solok yang merupakan bagian dari NKRI berani membuat aturan yang tidak didukung secara tegas oleh UU, kepada siswa dari kab/ kota lainnya, terutama terhadap siswa Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan/ Madrasah Aliyah (SMA/K/MA) dan Swasta yang tidak dibiayai oleh negara/ daerah bahkan Sekolah Swasta yang belum memiliki izin.

Bahkan, saat ini telah lahir Peraturan Walikota (Perwako) yang menguatkan pelaksanaan aturan/ kebijakan tersebut. Bahayanya, Perwako ini bakal menjadi celah bagi sekolah atau oknum tidak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan dengan alasan biaya pendidikan/ komite. Dan ini juga memberi celah terjadinya pertentangan dan perlawanan dari Siswa terhadap sekolah disebabkan mereka membayar/ dipungut BOP/ BOMM.

Untuk diketahui, Negara memiliki kewajiban untuk mencerdaskan anak bangsa dan rakyat, serta setiap orang mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas, nyaman, dan layak dimanapun dibumi NKRI ini. Persoalannya, jika pendidikan yang layak itu dianggap oleh masyarakat NKRI ada di Kota Solok, Pemko Solok dan DPRD-nya tidak boleh menghalang-halangi masyarakat/ Siswa dari luar Kota Solok untuk bersekolah di Kota Solok dengan membuat Perwako yang “dinilai” diskriminatif.

Padahal, Rakyat NKRI selama ini dibebani kewajiban membayar pajak, sebagai penopang berjalannya pemerintahan dan pembangunan secara berkesinambungan dan terarah yang disusun dalam APBN/ APBD. Untuk diketahui, pada tahun 2016 ini Pemerintah Indonesia menargetkan pendapatan dari pajak saja sebesar Rp 1.300 Triliun dengan asumsi bakal diarahkan untuk pembangunan, pendidikan, kesehatan, Struktur, sarana dan prasarana, lingkungan, pertanian, perkebunan, perikanan, Bantuan-bantuan.

Dana Pajak ini dibagikan ke  pemda kab/ kota se- Indonesia, dalambentuk Dana Perimbangan, Dana Otsus, Dana Daerah Istimewa, Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi umum (DAU), maupun dalam bentuk lainya. diantaranya, ada yang dialokasikan untuk belanja pegawai berupa gaji, SPPD, makan minum, uang saku, Pengadaan barang dan jasa, ATK, honor, lembur, hotel, dsbnya), gaji DPRD,  pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, bea siswa yang semua itu berasal dari Pajak Rakyat Indonesia.

Apakah tepat Kota Solok membedakan Siswa asal Kota Solok dengan di luar Kota Solok dengan membebaninya dengan pungutan-pungutan yang beragam, tergantung SMS/ K/ MA/ Swasta dengan dalih, “Saatnya Warga Kota Solok Menikmati APBD Kota Solok” dll. Apakah selama ini warga Kota Solok tidak menikmati APBD Kota Solok, lantas siapa yang menikmatinya...?

Harus diingat, pembayar Pajak bukan hanya semata Masyarakat Kota Solok, tapi ratusan juta Rakyat Indonesia mulai dari Pulau Sabang hingga Merauke, dari Pulau Rote hingga Sangihe Talaud di Sulawesi sana. Pajak ini bukan hanya berasal dari Pajak Bumi Bangunan semata, tapi berasal dari banyak sumber dan objek, diantaranya Pajak bermotor, Pajak air, Pajak makanan minuman, Pajak/ Restribusi pedagang, hotel, Pajak penghasilan, hingga yang terbesar seperti perusahaan-perusahaan dan tambang, dan lainnya.

Pajak ratusan juta rakyat bangsa ini dibagi oleh pemerintah pusat ke masing-masing daerah kab/ kota yang dikucurkan dalam bentuk hibah, dana perimbangan, DAU, maupun DAK, atau dalam bentuk lainnya dan disusun dalam bentuk APBN/ APBD serta digunakan untuk pembangunan disegala bidang dan sektor kehidupan masyarakat, salah satunya “Pendidikan” ini.

Tidak salah, setiap daerah ingin menikmati hasil bumi daerahnya untuk kesejahteraan rakyatnya. Tetapi kita harus menyadari, antara satu daerah kab/ kota terdapat satu kesatuan yang mengikat dan membutuhkan satu sama lainnya. Kecuali Kota Solok bukan bagian dari NKRI. Mustahil, pemerintahan seperti Kota Solok mampu menggerakan roda pemerintahannya tanpa kucuran dana dari APBN.

Dengan apa pembangunan dilakukan jika, (seandainya) pemerintahan kab/ kota sepakat tidak mau melakukan bagi hasil dengan Kota Solok terkait Pajak yang diberikan kab/ kota pada Negara ini? Apakah cukup Pajak yang dibayarkan masyarakat Kota Solok untuk menjalankan Program Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun, dengan bukti Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan mereka memperoleh Pendidikan gratis diluar pakaian sekolah kecuali siswa diluar Kota Solok?

Ingat.., Pendidikan bukan hanya sekedar sekolah, belajar dan pulang. Tapi mencakup struktur, sarana dan prasarana, alat dan perlengkapan sekolah, gaji guru dan tenaga honorer, ATK, barang dan jasa dan banyak lagi kebutuhan lainnya yang diperlukan sekolah agar sebuah sekolah mampu menyelenggarakan proses belajar mengajar.

Katakanlah, Pajak masyarakat Kota Solok mampu dan mencukupi untuk penyelenggaraan Wajar 12 tahun, tapi apakah pemerintahan hanya terdiri dari Wajar 12 tahun saja? Jika hanya fokus dengan Wajar 12 tahun semata, tidak perlu di Kota Solok ada pemerintahan, karena pada dasarnya sebuah pemerintahan terdapat banyak bidang, diantaranya bidang “Pendidikan” ini. Lantas dengan apa Pemko Solok membiayai Jamkesda/ Jamkesmas dengan apa pemko membangun jalan, irigasi, bea siswa, bantuan sosial, tanpa adanya pajak dari luar Kota Solok?

Perlu diketahui, pendidikan yang layak, bermutu, berkualitas, terakreditasi, bukan hanya milik Kota Solok semata, semua rakyat diluar Kota Solok punya hak sama dalam memperoleh pendidikan, dimanapun mereka domisili atau ingin bersekolah. Ini sebuah kemunduran dan jelas diskriminatif.

Telah terjadi kesenjangan dalam hal pelayanan pendidikan dan memberi ruang terjadinya diskriminasi pada Siswa di setiap sekolah yang pada akhirnya menimbulkan benturan antara Siswa dengan Siswa dan antara Siswa dengan Guru/ Sekolah. Kenapa, karena Siswa yang yang berasal dari luar Kota Solok lebih merasa punya kekuatan karena mereka membayar dan ikut mensubsidi BOP/ BOMM tersebut. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar