Dikatakannya, dengan kondisi tanpa ada dreinase saja , pintu gerbang kota sudah menjadi langganan banjir setiap turun hujan. “Kita khawatir, jika drainase ini nantinya siap, bukan menjadi solusi banjir yang terjadi selama ini. Karena galian drainase yang mereka kerjakan tanggung, sebab titik STA 00+000 awal yang mereka kerjakan tersebut, tidak ada hubungannya dengan drainase kota. Jadi pertanyaannya, kemana mereka mengarahkan air tersebut..?”
Pria yang tidak bersedia namanya dipubikasikan itu mengungkapkan, jika titik STA 00+000 yang dipertimbangkan pihak DPU ini tetap dijadikan acuan, dia menjamin yang tadinya ketinggian air saat hujan bisa mencapai 25 Cm, akan bertambah jika drainase tersebut selesai dibangun. Karena, tentu air yang datang dari arah Padang Luar, akan leluasa mengarah ke gerbang kota karena salurannya telah diperbesar sedemikian rupa. “Saya khawatir banjir kiriman dari Agam akan masuk ke Kota Bukittinggi, seperti; banjir Kota Jakarta yang dikirim dari Bogor, “ujarnya.
Pada Koran ini, dia hanya berharap, pihak DPU Kota Bukittinggi, hendaknya mengkaji ulang kembali terhadap penentuan titik awal Pembangunan Drainase tersebut. Sebab, jika pembangunan itu tidak melalui kajian yang matang, dikhawatirkan bukannya menjadi solusi, namun bahkan dapat berdampak negatif bagi khususnya warga di sekitar gerbang kota, ataupun yang berada dalam kota secara umumnya. “Kami tidak ingin setiap hujan turun selalu mendapat jatah banjir kiriman, yang tentu sangat bertolak belakang dengan fungsi yang dikerjakan saat ini, “tukuknya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bukittinggi melalui Kabid PSDA, Jayatman saat dimintai keterangannya, kepada Wartawan Investigasi News membenarkan hal itu. “Memang kami sedikit banyaknya telah menerima keluhan dari masyarakat tentang kekhawatiran dampak dari pembangunan drainase tersebut terhadap akan terjadinya penumpukan air, “ujarnya.
Namun dia menerangkan, proyek yang berjalan saat ini, bukanlah proyek dari dinasnya, karena itu merupakan proyek pusat. “Tetapi, walaupun itu proyek dari pusat, kita tetap mendukung dan saya bersama Kepala Dinas telah melakukan koordinasi dengan pihak PPK dan PPTKnya. Memang ada sedikit kajian yang kita perbaiki, namun tentunya semua itu kembali pada proses pekerjaan mereka, apakah bisa disingkronkan dengan site plaint yang kita miliki atau tidak?, “jelasnya.
Jayatman mengungkapkan, memang titik STA 00+000 yang mereka kerjakan saat ini memiliki jarak kurang lebih 100 meter dari pusat saluran kota. Hal ini mungkin yang menjadi kekhawatiran warga, jika gorong-gorong pada drainase tersebut nantinya terpasang, tidak sebanding dengan gorong-gorong yang saat ini ada pada saluran kota.
“Sebenarnya saat kita mendatangi lokasi proyek itu, kita telah meminta pihak PU Balai PJSA (Dirjen Bina Marga Kementerian PU), untuk menarik titik STA mereka kearah dalam kota hingga kurang lebih 100 meter. Karena memang dimensi saluran yang mereka pasang saat ini berdiameter 80, sedangkan yang kita miliki hanya berdiameter 60, jadi memang kita minta dimensi tersebut disesuaikan, “ungkapnya.
Permintaan ini menurutnya sangatlah logis, mengingat jika kekurangan 100 meter tersebut disesuaikan dengan kontrak saat ini, tentu akan memperlancar air menuju saluran penampung kota yang memang sudah ada sebelumnya. “Solusinya mau tak mau saluran yang ada itu, harus disesuaikan dengan kontrak mereka. Sementara ini mereka memberikan jawaban akan mengkaji ulang kembali. Mudah-mudahan saja mereka mau menarik titik STA 00+000 nya kearah dalam kota sesuai permintaan kita, “pungkasnya. (JHON)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar