Selasa, 20 Juni 2017

Bongkar Pekerjaan Pasangan Talut.!!


 UJI LABOR SAMPEL PASANGAN TALUT PROYEK WINRIP PAKET 08 PU PR LAKI WARNING PT. PP STATIKA CONSORTIUM 

Laskar Anti Korupsi (LAKI) Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Mandat No. 285/ DPP-LAKI/ SM/ K.05.17 setelah melakukan pengambilan sampel pecahan tembok bekas pasangan batu Talut pada proyek bernomor kontrak: 06-06/08-WINRIP-WP2/CE/A/8043-ID/01-16 itu secara acak, pada beberapa titik pasangan dimulai dari depan gerbang Kota Pariaman - Padang Pariaman, hingga Manggopoh Kabupaten Agam yang retak, roboh bahkan hancur. Sampel tembok tersebut akan segera dilakukan Uji Laboratorium oleh LAKI.

PADANG PARIAMAN, Investigasi News—Kesimpulan awal LAKI atas bongkahan tembok pasangan Talut hasil pekerjaan PT. PP Statika Konsortium itu, kurangnya daya rekat semen sehingga mudah hancur dan pasirnya kurang melekat. Sehingga, patut diduga pada saat pengerjaan adukan semen dan pasir pada pasangan tidak menurut speck dalam kontrak bahkan sangat jauh dari sewajarnya. Itu juga diperkuat dari hasil pengamatan warga dan keterangan pekerja di lapangan kepada LAKI. Selain itu pihaknya juga menemukan pasangan Talut yang baru siap di ACI (plester licin) sudah rebah bahkan hancur di Km 23+000 dekat dengan kantornya PT. PP Statika Konsortium di Gasan.

Rebah dan hancurnya Talut yang baru siap beberapa hari itu, semakin menguatkan dugaan LAKI Padang Pariaman atas bobroknya pekerjaaan PT. PP Statika Konsortium di Paket WINRIP 08 tersebut. Padahal anggaran Negara yang tercurah untuk pekerjaan Paket itu sebagaimana tertera dalam Kontraknya mencapai Rp 353,5 Milyar dari APBN RI. “Sementara kita sama-sama menyaksikan betapa buruknya kualitas kerja dari Kontraktor PT. PP Statika Consortium khususnya pada pekerjaan pembuatan Talut di bahu jalan hingga jembatan dan tembok Talut pengamannya. Semuanya tidak memenuhi standar adukan semen dan pasirnya yang tidak mempunyai daya rekat yang baik, “kata pemegang Mandat LAKI Padang Pariaman FI. Nugrah, SH.

Dikatakan, pihaknya juga siap menantang pihak PT. PP Statika Konsortium melakukan Uji Labor dan menyaksikan langsung ke lapangan pasangan batu Talut baik di bahu jalan maupun sebagai pengaman jembatan. Karena dari hasil investigasi pihak LAKI selama beberapa minggu atas pekerjaan proyek tersebut diperoleh kesimpulan telah terjadi pengurangan pemakaian semen atas adukan pasir oleh pihak Kontraktor PT. PP Statika Konsortium di lapangan. “Sehingga jikapun dilakukan pengujian atas tembok pasangan Talut itu secara acak, oleh pihak berwenang ataupun pihaknya, maka tetap temuan itu tidak meleset pasangan Talut meleset dari speck!, “tegasnya.

Selain itu, menurut DPC LAKI Padang Pariaman, sebelum membuat Laporan resmi dan berkoordinasi dengan DPP LAKI, pihaknya akan terlebih dahulu melakukan UJI LABOR atas bongkahan tembok bekas pasangan Talut dari beberapa titik yang diambil secara acak oleh pihaknya. Disertai Dokumentasi rekaman photo-photo dimana bongkahan dan patahan tembok bekas Talut itu diambil untuk dijadikan bahan UJI LABOR di Padang. “Kita segera mengantarkan bekas patahan pasangan Talut tersebut ke Laboratorium yang independen. Hasil UJI LABOR itu yang akan kita jadikan alat bukti, guna melaporkan perusahaan nakal itu ke KPK di Jakarta, “ujar FI Nugrah, SH.

Sebagaimana Headline Koran Investigasi News edisi 162 yang berjudul: POTRET MIRIS PROYEK PU PR “PROYEK HANCUR PT. STATIKA CONSORTIUM”, dimana telah dijabarkan beberapa temuan LAKI Padang Pariaman diantaranya; Pengujian dari bekas pecahan dan patahan pasangan Talut ternyata pasir adukan tidak memiliki daya rekat, bersebab kurangnya semen yang digunakan saat adukan pasir dan semen dilakukan. “Bukti rekaman photo dan gambar serta pengakuan dari mantan pekerja pada saat melakukan pemasangan batu untuk Talut menguatkan hasil pengujian pihak LAKI. Hasil adukan semen untuk pasangan batu kali pada Talut untuk 1 (satu) Molen penuh pasir seluruhnya hanya ½ (setengah) zak semen, “bebernya.

Akibatnya, kata pemegang Mandat LAKI Padang Pariaman ini, tidak ada daya rekat semen pada pasir adukan itu. “Rata-rata untuk satu meter kekurangan volume pasangan batu kali berkisar 1 s/d M3 (meter kubik) bergantung berapa meter tinggi pasangan. Dari hasil estimasi kami saja, dari panjang jalan batas Kota Pariaman-Padang Pariaman hingga Manggopoh Kab. Agam lebih kurang 4 Km (40.000 Meter), jika 10 % (sepuluh persen) saja yakni 8000 Meter pasangan Talut x Rp 900.000,-/Meter = Rp 7.200.000.000,- (7,2 Milyar), “jelasnya.

Selain itu, kata Ketua LAKI Padang Pariaman ini, dari bukti Dokumentasi yang diperoleh pihaknya dari warga, terhadap pekerjaan pembuatan pasangan Talut oleh pihak PT. Statika Consortium itu sangat jelas terlihat Pada pekerjaan pembangunan Talut pembatas jalan dikerjakan asal jadi. Mulai dari galian tanah yang dangkal dan lebar galian diduga kuat tidak sesuai bestek. Takaran adukan semen dan materialnya pun terindikasi tak memenuhi spesifikasi dalam Kontrak. “Fakta yang terekam di kamera itu sangat jelas memperlihatkan, bahwasanya pemasangan Talut tanpa dilakukan penggalian sebelumnya dan Pondasi berupa pasangan batu itu hanya tertonggok di atas tanah, “ungkapnya.

Bukti lainnya menurut Ormas LAKI ini, dokumentasi kontruksi dinding penyangga pada jembatan dibeberapa titik lokasi tanpa menggunakan Plat Lantai Kerja bermutu K.250, padahal itu ada tercantum dalam gambar kerja dan menggantikannya dengan menggunakan besi 16 mm dan 12 mm sebagai penyangga dan penahan beban konstruksi. “Pada kegiatan di lapangan terindikasi menilep volume dengan cara mengurangi elevasi dan galian. Naik pada Pekerjaan Pemasangan Talut maupun Pekerjaan Pembangunan Konstruksi Dinding Penyangga, pada jalan jembatan. Selain itu, hebatnya lagi galian yang digunakan untuk pemadatan menggunakan material bekas pecahan aspal jalan itu, “sebutnya.

Sedangkan pada Pekerjaan Saluran Drainase kata LAKI Padang Pariaman ini, juga tidak jelas acuannya, sebab badan jalan lebih tinggi dari pasangan termasuk elepasinya. Begitupun dengan adukan semen pembuatan Drainase ini tanpa takaran yang jelas oleh tukang di lapangan dan itu dibiarkan saja oleh Pengawas. Anehnya lagi, lebar saluran yang sudah terpasang dibandingkan lebar saluran yang belum terpasang, tidak jauh berbeda. Dengan asumsi lain, pasangan saluran dinding drainase tanpa koperan itu hanya tertumpu pada kekuatan tanah semata. “Akibanya dapat dilihat saat ini beton cetak untuk dreinase yang membelintang jalan itu sudah retak dan terancam patah. Begitupun dengan pasangan dreinase dengan batu kali itu semuanya sudah patah, “jelasnya.

Kepada Investigasi News Ketua DPC LAKI Padang Pariaman ini menguraikan, berdasarkan UU Jasa Kontruksi No. 18/1999 pada BAB VI sebagai pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggungjawab atas kegagalan bangunan yang ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun. “Pada c (1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan ketekhnikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara, dikenakan denda paling banyak 10% dari nilai kontrak, “ujarnya.

Lanjutnya, pada c (2) UU No.18/1999 berbunyi: Barang siapa yang  melakukan pelaksaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan ketekhnikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau bangunan dikenakan sangsi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paliing banyak 5% dari nilai kontrak. (3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda 10% dari nilai kontrak, “jelasnya.

Dijelaskannya lagi, pada Pasal 43, pengerjaan bangunan ini juga dapat diancam sanksi kegagalan bangunan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi No 18/1999 pada Bab V Pasal 25, 26, 27 dan 28. “Seperti pada Pasal 25 ayat (1, 2 dan 3) yakni; ayat 1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. 2) Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat satu ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. 3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli, “ujarnya.

Ditambahkannya, pada Pasal 26 ayat (1 dan 2) yakni; ayat 1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Ayat 2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggungjawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Terakhir dikatakannya, pada Pasal 27 berbunyi; Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi. “Lalu pada Pasal 28 yakni; Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 serta tanggungjawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, “terangnya.                   (TIM) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar