Minggu, 15 Januari 2017

Mabes Polri Surati Polda Agar Ditindaklanjuti

DUGAAN KORUPSI BERJAMAAH ANGGOTA DPRD PESSEL 2009 - 2014

PAINAN, Investigasi News—Berdasarkan temuan dari Wartawan Investigasi News, tampaknya Penegak Hukum dalam hal ini Kepolisian RI akan membongkar kembali kasus dugaan korupsi berjamaah 39 Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan (pessel) periode 2009 – 2014. Semua ini terbukti dari Surat Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Korupsi, bernomor: SP2HP/300/XI/2016/TIPIKOR, Klasifikasi: RAHASIA;

Perihal: Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian, tertanggal, Jakarta 30 November 2016, ditanda tangani DIREKTUR TINDAK PIDANA KORUPSI, oleh BRIGADIR JENDRAL POLISI Dr. AKHMAD WIYAGUS M.Si. MM, di tujukan kepada M NOOR di Padang. Adapun isi surat tersebut di atas pada poin 1 c : Surat pengaduan masyarakat dari M NOOR Nomor: 23/LSM/TPF/PMP-PS/X-2016, Tanggal 19 Oktober 2016, Perihal: Mohon Diusut Tuntas Dugaan Tindak Pidana Korupsi yang di lakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pesisir Selatan 2009 - 2014 yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.924. 500.000,-.

Sedangkan pada poin 2 berbunyi: Sehubungan rujukan tersebut di atas kami mengucapkan terimakasih atas Laporan Saudara terkait dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi yang di lakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pesisir Selatan 2009 - 2014. Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri sudah menela’ah Laporan yang saudara maksud dan membuat surat yang ditujukan kepada Dirreskrimsus Polda Sumatra Barat untuk di tindaklanjuti. Laporan tersebut guna dilakukan langkah-langkah yang di perlukan, untuk informasi lebih lanjut dapat mengirimkan surat ke Badan Reserse Kriminal Polri Tindak Pidana Korupsi, Jl HR Rasuna Said Kav. C-19 Kuningan Jakarta 12920.

Menurut M NOOR Ketua LSM TPF Laskar Merah Putih Kabupaten Pesisir Selatan, saat di Konfirmasi Wartawan Koran ini, Minggu (8/1-2017) sekitar Pukul. 14.00 WIB di Tarusan, Pessel, membenarkan adanya surat yang telah diterima pihaknya dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Korupsi. “Sesuai dengan surat laporan LSM kita ke Mabes Polri dahulu, ini membuktikan laporan kita tersebut sudah ditela’ah oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, “ungkapnya.

Adapun isi surat dari Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes POLRI kepada Dirreskrimsus Polda Sumatera Barat itu, ungkap M. NOOR adalah untuk menindaklanjuti kembali Kasus Dugaan Korupsi berjama’ah di DPRD Pessel 2009 – 2014. “Untuk itu dalam waktu dekat ini kita akan temui Dirreskrimsus Polda Sumbar dan mendesak agar kasus ini segera di tindak lanjuti, “harapnya.

Lanjutnya, dalam fakta hukum pada surat Kejaksaan Negeri (Kejari) Painan terhadap Afriyanti Belinda SH,dimana ke 39 orang anggota DPRD Pessel itu turut menikmati uang Negara tersebut, anehnya pada sidang TIPIKOR di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar mereka dinyatakan hanya sebagai saksi dalam persidangan. Padahal sudah sangat jelas secara bersama-sama ikut menikmati dan menggerogoti uang Negara tersebut.

Dan kenapa mereka hanya dijadikan sebagai saksi?, ujar Ketua LSM TPF Laskar Merah Putih Kabupaten Pesisir Selatan itu. Sehingga menurut M. NOOR, yang menjadi korban adalah mantan Ketua DPRD Pessel Mardinas N. Syair, bersama mantan Sekwan Rahmad Realson serta mantan Bendahara Afriyanti Belinda yang sekarang mereka mendekam dalam sel tahanan Muara Padang. “Untuk membuktikan keterlibatan mereka akan kita uraikan satu persatu nama-nama dan berapa banyak mereka menerima uang haram tersebut, “jelasnya.

Adapun rincian yang diperoleh Koran ini, dari 25 instansi kunjungan dan 380 SPJ Fiktif: 1) Zulkardianto Datuak Rajo Indo, Rp 86.000.000,-,; Yusri Adwan, SE, Rp 60.100.000,-,; Elfira Zandi Yuswar Rp 29.700. 000,-,; Amrizal Botot Rp 73.600. 000,-,; H. Mardison, S.Sos Rp 103.400.000,-,; Marwan Anas Rp 44.000.000,-,; Drs. Iswandi Latif Rp 37.900.000,-,; Rajabul Ihksan Rp 51.400.000,-,; Herpi Damson, BA Rp 48.100.000,-,; Risnaldi S.Ag., MM Rp 61.900. 000,-,; Agri Mustakim Rp 44. 300. 000,-,; Darwis Makmur, Rp 38.800.000,-,; Firdiis Datuak Rajo Penghulu, Rp 18.400.000,-,;

Selanjutnya, Juliana, S.H., Rp 34.600.000,-,; Dalisman Rp 30.100.000,-,; Afrizal B, Rp 29.300.000,-; Abdul Muis, BSc Rp 79.600.000,-; Nasrul Hartono, Rp 39.100.000,-; Awarisman Letok, Rp 62.700.000,-; Nuzirwan Rp 34.200.000,-; Darwin Rp 33.000.000,-; Mardinas N. Syair, Rp 35.000.000,-; Drs. Pardinal Datuak Tan Kiamek, Rp 39.100.000,-; Kusmanto Rp 68.400.000,-; Masril, S.Ag, Rp 27.400.000,-; Makmur S. Ag., MPd, Rp 9.400. 000,-; Orion Mardianto, S.E, Rp 27.800.000,-; Sakoan, Rp 45.800. 000,-; Rasmil Murtada, Rp 32.300.000,-; Darwiadi, S.H, Rp 44.700.000,-;

Hadiyon, S.H, Rp 45.800 .000,-; Marta Wijaya (alm), Rp 55.500.000,-; Sujoko, Rp 40. 900. 000,-; Herman, Rp 32.300.000,-; Erman Bachtiar, Rp 5.000.000,-; Jamardianto, S.Pd, Rp 18.800.000,-; Asharu Sura, S.H, Rp 31.900.000,-; Samawir KS. Nolen Rp 4.900.000,-; Beny Jovial, SP, Rp 18.800. 000,-; dan Sarianto, S.Ag Rp 13.900.000,-,. “Semua rincian ini tertuang dalam Fakta Hukum Surat Tuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Painan terhadap Afriyanti Belinda, S.H, No. REG. PERG: PDS-01/N.3.19/FD.1/04/2015, “tukuknya. (PNK)

Warga Demo Tower Tanpa Grounding


AGAM, Investigasi News — Sudah berlangsung 6 tahun Tower tanpa Grounding, masyarakat resah berujung demo di Jorong Aro Kandikir Kenagarian Gadut. Sudah berulangkali warga minta pihak Pemilik Tower Telekomunikasi (BTS) Telkomsel untuk memasang Grounding atau Penangkal Petir yang hilang beberapa waktu lalu. Namun sampai saat ini belum dipasang juga. Kekecewaan masyarakat itu pada akhirnya turun ke lokasi Tower untuk menyampaikan aspirasi pada pegawai rekanan cleaning service Telkomsel yang berada di lokasi Tower.

Menurut para pendemo, warga di sini sudah banyak toleransi pada Telkomsel, kalau listrik mati mereka pakai genset besar yang suaranya bising siang malam. Jika baterai hilang diganti cepat ini menunjukkan pihak Telkomsel hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan saja. “Giliran  Grounding atau Penangkal Petir yang hilang mereka tidak mau pasang kembali. Itu tidak adil!, “kata peserta demo. Saat demo berlangsung dimediasi oleh Wali Jorong Aro Kandikir Edison dan Babinkamtibmas Bripka. Irwan Agus dan disepakati sebelum permintaan masyarakat di penuhi maka akses ke Tower ditutup.

Wartawan Investigasi News mencoba menelusuri ke Kantor Telkomsel Belakang Balok Bukittinggi yang ternyata juga tidak bisa member kepastian kapan Grounding di Tower itu akan dipasang. Karena menurut pihak Telkomsel di Belakang Balok itu, perlu proses dan tahapan lebih lanjut. “Masalah itu akan kami laporkan pada atasan kami di Jakarta, “kata Bimo Pegawai Telkomsel setempat.

Sementara, Hamdi, Staff Komunikasi dan Informatika Kantor Perizinan Lubuk Basung p;ada Investigasi News mengatakan, suatu keharusan setiap Tower Telekomunikasi di lengkapi Grounding atau Penangkal Petir, untuk keselamatan alat-alat elektronik di lingkungan Tower dan juga keselamatan perangkat Tower itu sendiri. “Kalau ada Tower Telekomunikasi di Agam ini  yang tidak memasang akan kami beri sanksi. Kami harap masyarakat bersabar setelah mutasi dan rotasi jabatan di lingkungan instansi ini selesai akan kami tindak lanjuti, “ujar Hamdi.

Di Jorong Aro Kandikir, Kenagarian Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, banyak Tower Telekomunikasi yang bermasalah. “Rata-rata Tower yang jauh dari pemukiman masyarakat itu sudah tidak lengkap lagi baterai maupun Grounding, “kata Rekanan Cleaning Service Tower Telkomsel yang kami temui di lokasi Tower.

Sehubungan  banyaknya Tower Telekomunikasi di Agam yang tidak pakai Grounding, seharusnya Dinas Perizinan memberikan sanksi tegas. Karena itu tertuang dalam Pernyataan Permohonan IMB dan izin Lingkungan. Disebabkan Tower Telekomunikasi (BPS) tersebut tidak dijaga maka rentan terhadap kemalingan. Kepentingan masyarakat yang terabaikan.       (JANUAR JAMIL)

LSM PENJARA INDONESIA DESAK KEJATI SUMBAR


Plang proyek CV. Virta Karya
Ikhwan Rastudy
Proses Hukum Laporan Dugaan Korupsi Proyek Jembatan Buaya Pariaman
PADANG, Investigasi News — Semenjak tahun 2014 dari informasi data yang diperoleh LSM Penjara Indonesia bekerjasama dengan LSM lainnya di Sumbar dan Koran Investigasi News, ada beberapa pekerjaan rumah yang belum dituntaskan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat. Terhadap dugaan korupsi proyek-proyek di daerah ini yang sudah jelas resmi dilaporkan oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) sebagaimana temuan atas dugaan korupsi proyek Normalisasi Jembatan Buaya Kota Pariaman tahun 2014 dengan Kontraktor Pelaksana CV. Vitra Karya (Ipar Walikota Pariaman).

Adapun menurut Laporan LSM bernomor: 02/LDK/ACIA-SB/III/2015 tentang Dugaan Penyimpangan Pelaksanaan Proyek yang berpotensi merugikan keuangan Negara tersebut diterima langsung Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat, Sugiyono, dkk di Padang. Dalam Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi itu disebutkan, bahwasanya dalam pelaksanaan Proyek Normalisasi Sungai Jembatan Buaya Kota Pariaman Tahun Anggaran 2014 yang dilaksanakan Pemenang lelang CV. Vitra Karya itu, pada beberapa item pekerjaan tidak merujuk kepada Kontrak Kerja.

Artinya; ada beberapa item pekerjaan volumenya sengaja dihilangkan oleh Kontraktor bersangkutan untuk meraup keuntungan yang lebih besar. Hal tersebut tentu berakibat kepada mutu dan kualitas pekerjaan. Perusahaan CV. Vitra Karya dengan Direktris, Meli Yulanda, ST itu dipinjam oleh Adik Ipar Walikota Pariaman, Mukhlis Rahman dan dalam pelaksanaannya langsung dikerjakan Adik Ipar Walikota Pariaman bernama si Afdal itu.

Fakta di lapangan saat itu, kondisi pekerjaan Proyek Normalisasi Sungai Jembatan Buaya yang dikerjakan CV. Vitra Karya tersebut sangat memprihatinkan. LSM waktu itu menilai ada kongkalingkong antara Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pariaman yang mem-PHO 100% pekerjaan itu dengan Kontraktor pelaksananya. Bukan tanpa alasan, bersebab, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut merupakan kolega Walikota Pariaman, Mukhlis Rahman.

Ironisnya, bagaimana mungkin seorang PPK bisa menegur Ipar Walikota selaku Kontraktor Pelaksana dari proyek tersebut? “Dalam Laporan Pengaduan ke Kejati Sumbar ini, kita langsung melaporkan Kepala Dinas PU Kota Pariaman, Ir. Oktavianus waktu itu.  Selain Kepala Dinas PU Kota Pariaman, ikut terlapor lainnya, Kabid Pengairan PU selaku PPK, Harmon, S.ST, Direktris CV. Vitra Karya, Meli Yulanda, ST dan Adik Ipar Walikota sendiri bernama Af. Kesemuanya itu bertanggung jawab secara hukum atas pelaksanaan Proyek Normalisasi Sungai Jembatan Buaya senilai Rp 1.213.056. 000,- dengan Nomor Kontrak Kerja: 030/SPP/DPU.PRM-2014 tanggal 10 Juli 2014.

Sementara waktu itu, Ikhwan Ratsudy, SH., MH, Kasipenkum Kejati Sumbar yang dikonfirmasi pihak LSM dan Koran ini di ruang kerjanya Jum’at (13/3/2014) waktu itu mengatakan, kejaksaan akan menindak lanjuti laporan dari LSM itu. Apalagi pada saat ini kejaksaan sedang gencar-gencarnya menindaklanjuti laporan masyarakat, LSM, dan pemberitaan media massa yang memuat kasus kasus dugaan korupsi. “Kami sangat mengharapkan peran serta masyarakat, LSM, media massa untuk melaksanakan kontrol terhadap dugaan korupsi. dan juga kami berharap dari LSM serta masyarakat yang mencegah, dan biar kami dari kejaksaan yang menindak, “tegas Ikhwan Rastudy.

Tidak adanya tindak lanjut dari proses hokum laporan LSM itu, membuat LSM Penjara Indonesia menduga Kejaksaan Tinggi Sumbar waktu itu telah masuk angin. Karenanya melalui Koran ini Amril Effendi mendesak pihak Kejati Sumbar kembali memeriksa arsip Laporan LSM di atas untuk kembali ditindaklanjuti dugaan kerugian Negara akibat proyek kongkalingkong yang terjadi di Kota Pariaman pada tahun 2014 itu. “Kita minta Kajati perintahkan anggotanya memeriksa kembali arsip laporan LSM ACIA tahun 2014 itu, “kata Amril Effendi. (FERRY)

Edisi: 156, Tahun VII (09 - 20 januari 2017)