Jumat, 23 Desember 2016

KPK Periksa Kebocoran dan Penggelapan Pajak di Padang Pariaman

PADANG PARIAMAN, Investigasi News — Berdasarkan Temuan TIM LSM Penjara Indonesia bahwa sampai akhir Desember 2016 ini, khusus di wilayah Kabupaten Padang Pariaman ada sekitar 18 unit Stone Crusher yang beroperasi di Padang Pariaman. Diantaranya, Stone Crusher milik PT. Lubuk Minturun Konstruksi Persada (PT.LMKP), Stone Crusher milik PT. Kunango Jantan (produksi tiang
pancang/sheetpile), Stone Crusher milik PT. Angkasa Teknik Raya (PT. ATR) atau PT. CKPM / PT. CKPS.
Stone Crusher milik PT. Jaya Sentrikon (produksi tiang pancang/sheetpile), Stone Crusher milik PT. Rimbo Peraduan, Stone Crusher milik PT. Statika Mitra Sarana (PT. SMS), Stone Crusher milik PT. Kiambang Raya, Stone Crusher milik PT. Kyeryeong – PT. Yala Persada, Stone Crusher milik PT. Anugrah Sahabat Mandiri, Stone Crusher milik PT. UH/ PT.DKB dan Stone Crusher milik Ujang Balok di Pasa Dama Paritmalintang. Dan beberapa perusahaan pemilik Stone Crusher tersebut ada yang mempunyai Stone Crusher 1 unit hingga 3 unit yang lokasinya berada di wilayah Padang Pariaman.

Menurut Amril Effendi, Ketua LSM Penjara Indonesia, dari informasi data yang ada, Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni sudah pernah disurati mengenai persoalan ini, salah satunya surat dari Forkom LSM dan Media Sumatra Barat Nomor: 01/Forkom/LSM-Media/VI/2016 yang dikeluarkan di Lubuk Alung tanggal 2 Juni 2016 lalu meminta klarifikasi kepada Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni yang dilampirkan dengan tiga bukti jumlah pendapatan yang bersumber dari Galian C sejak tahun 2013, 2014, 2015 yang rata-rata hanya berkisar Rp. 2,2 Miliar/tahun yang disetorkan oleh Dinas Koperindag ESDM Padang Pariaman yang dipimpin Rustam ke DPPKAD.

Pada surat itu, kata Amril sudah memuat analisa data bahwasanya hasil produksi batu pecah (split) setiap Stone Crusher memproduksi batu split perbulan berkisar 20000 ton. Artinya, dengan jumlah Stone Crusher 18 unit di Padang Pariaman dikalikan dengan jumlah produksi per unit Stone Crusher ditemukan sebanyak ± 360.000 ton batu pecah (Split) per bulan yang di produksi oleh 18 stone crusher di Padang Pariaman. “Jika 360.000 Ton Batu Pecah (split) X Rp. 2500 (pajak pemurnian/ton) = Rp. 900.000.000,-/ bulan X 12 bulan = Rp. 10.800.000.000,-/tahun (sumber PAD dari pajak pemurnian). Dan perkiraan pajak galian C (pajak penambang) juga sama dengan hasil pajak pemurnian senilai Rp. 10.800.000.000,-/tahun (sumber PAD dari pajak galian), “paparnya.

Bukan itu saja, pihaknya juga menemukan 76 unit izin galian C di Padang Pariaman sejak tahun 2010 hingga sekarang. Namun, hanya 1 buah izin yang habis masa berlakunya bulan Oktober 2016 lalu. “Tetapi, pengambilan material sudah tidak berada di lokasi titik kordinat atas nama pemegang izin Maryusap (Syap Jabua) dan itu sudah berhenti. Dan 1 buah lagi izin berlaku hingga 2018 atas nama Haji Baidir. Juga ada penambang galian C (tanah portland) untuk PT. Semen Padang yang di suplay sekitar empat (4) penambang dengan kebutuhan PT. Semen Padang sebanyak ± 100.000 Ton/bulan X Rp.2500 (pajak) X 12 Bulan = Rp. 3.000.000.000/ tahun, “ungkap Ketua LSM Penjara Indonesia ini.

Begitu juga dengan pemungutan uang Restribusi galian C di depan pasar grosir Duku Pasar Usang yang di pungut tidak menggunakan karcis. “Kuat dugaan karcis yang dipakai juga terindikasi tidak di porporasi oleh DPPKAD Padang Pariaman. Uang restribusi tersebut di pungut berdasarkan jenis kendaraan pengangkut material batu/sirtukil/tanah portland dan lain-lain berkisar Rp 6000 - Rp 12000 per- kendaraan, “ujarnya.
Lanjutnya, waktu itu, setelah di pantau aktivitasnya terdapat kurang lebih berkisar 1000 unit kendaraan pengangkut material setiap hari. Perkiraan/ Analisa rata-rata: Rp. 8000 X 1000 unit kendaraan = Rp. 8.000.000/hari X 30 hari (1 bulan) = Rp. 240.000.000 X 1 tahun (12 bulan) = Rp. 2.880.000.000,-.

Pendapatan Galian C ada juga yang berasal dari kontraktor pemenang tender di berbagai SKPD di Padang Pariaman yang berkisar tiap tahun senilai ± Rp. 300.000.000,-. “Dari data di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Padang Pariaman terhadap pajak Galian C hanya berkisar Rp. 2 Miliar - Rp. 2,4 Milar pertahun yang disetorkan oleh Dinas Koperindag ESDM, “kata Amril.
Artinya, ujar Amril, PAD Padang Pariaman yang bersumber dari Pajak Mineral Bukan Logam: Pajak Galian C, Pajak Pemurnian, dan Pajak Tanah Portland lebih kurang totalnya senilai Rp. 24.180.000.000/tahun. “Ironisnya, meski surat permintaan klarifikasi/ verivikasi oleh Forkom LSM Sumbar tersebut telah kirimkan ketangan Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni melalui Ajudan yang bernama Andre pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2016, namun sampai sekarang belum ada balasannya.

Karena itu kami meminta kepada BPK RI dan KPK untuk mengaudit PAD daerah dari sektor pajak, karena kami menduga telag terjadi penggelapan pajak oleh oknun Pejabat setempat di Padang Pariaman, “tegas Ketua LSM Penjara Indonesia ini.. (FERRY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar